Mari saudaraku bergandengan tangan menyatukan hati dan pikiran untuk saling mengingatkan untuk dapat membangkitkan kekuatan luar biasa dalam diri anugerah yang Kuasa sebagai bekal untuk menjaga alam ini yang dapat kita digunakan untuk menarik apa saja dari alam semesta, meraih kehidupan yang bahagia, sehat, sukses penuh kedamaian...salam bahagia..agus sutiyono
Saturday, April 2, 2011
Mendidik dengan Hypnoparenting
Jumat, 01 April 2011 pukul 10:39:00
Mendidik dengan Hypnoparenting
Oleh Edy Setiyoko
Anak sebaiknya tidak hanya dididik agar cerdas.
Keluarga, menurut psikolog Dr Endang Suraningsih, Psi, merupakan tempat awal membangun referensi sukses dalam kehidupan. Orangtua mesti ekstra hati-hati atas segala ucapan, kelakuan, dan pikiran.
Ini karena, segala tindakan akan tertanam dalam memori dan membentuk pola kerja otak dalam pertumbuhan. "Jika demikian, maka menjadi penting orang tua berperan membentuk pola perilaku, sikap dan mental diawali dari rumah," tutur Endand Suraningsih.
Terkait dengan hal tersebut, gerakan pendidikan kembali ke rumah sebagai upaya membangun dan mempersiapkan putra-putri meraih masa depan, sungguh luar biasa. Menurut pengamat pendidikan,. Sri Hartini, proses pendidikan anak berlangsung pada tiga area, atau lebih dikenal dengan trilogi pendidikan. "Pendidikan berlangsung dalam keluarga (informal), di sekolah (formal), dan masyarakat (non formal)," tuturnya.
Sri Hartini sependapat dengan Endang Suraningsih, bahwa pendidikan yang pertama dan utama dalam keluarga. Alasannya, jumlah alokasi waktu lebih banyak di keluarga dibandingkan di sekolah maupun masyarakat. "Di sinilah arti penting penting orang tua memberi didikan, contoh, teladan bagi anak. Yang jelas, proses pendidikan dalam keluarga penuh syarat makna dalam pembentukan karakter anak," tegasnya.
Menurutnya, prinsip proses pendidikan dalam keluarga adalah bagaimana orang tua menanamkan dan menumbuhkan pembelajaran yang menyenangkan, join full learning, tanpa ada unsur kekerasan, bahasa sarkasme, atau tindak negatif lain yang membuat anak hilang semangat dan putus asa. "Sehingga anak bisa tune in terhadap apa saja yang dipelajari, tumbuh kemandirian belajar tanpa harus diperintah," papar Sri Hartini.
Hypnoparenting
Untuk menjadi guru dan orang tua yang mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi anak, Informasi penting bagi guru, sekaligus orangtua yang ingin memperoleh bekal mendidik anak dengan baik dan benar. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Cendikia, Pusat Kajian dan Pengembangan Potensi Sumber Daya Manusia, Jakarta memberi penawaran pelatihan gratis tentang Hypnoparenting.
Menyadari arti penting orangtua dalam mempersiapkan masadepan anak, LSM Cendekia memberi pelatihan Hypnoparenting. Kegiatan pelatihan berlangsung rutin setiap Hari Senin. ''Tujuan kegiatan tersebut adalah agar publik mengerti apa itu Hypnoparenting, dan bagaimana aplikasi sederhana dalam kehidupan sehari- hari yang berkait dengan mendidik anak,'' tutur Direktur Eksekutif Cendikia, Dr Agus Sutiyono MM CHt.
Guna mengembangkan program ini lebih besar dan jangkauan lebih luas, motivator yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini, mengajak semua pihak berpartisipasi mewujudkan cita-cita ingin mempersiapkan konsultan, trainer yang terjun ke seluruh pelosok didukung dengan mobil Hypnoparenting keliling. "Selain itu, juga mengembangkan sekolah umat yang dapat melayani semua masyarakat. Sehingga, pendidikan dapat masuk ke semua lini kehidupan," tutur Agus.
Apa itu Hypnoparenting? Hypoparenting terdiri dari dua kata dasar, yakni hypnosis dan parenting. Hypnosis di Indonesia, kata Agus, masih dianggap sebagai satu hal yang dipenuhi misteri, melibatkan kuasa kegelapan, atau bentuk praktik supranatural. Oleh karena itu, tidak sedikit juga orang yang percaya bahwa hal yang berbau hypnosis harus dijauhi atau dihindari.
Padahal, Agus menambahkan, fenomena hypnosis dialami setiap hari. Pernah melihat film mengharukan hingga menangis, atau sedemikian larut dalam film itu, sehingga seakan menjadi sesuatu yang nyata? Itulah hypnosis.
Contoh lain, membayangkan jeruk lemon sangat segar. Bayangkan, jeruk tersebut dibelah dan dikucurkan ke mulut. Reaksi tubuh adalah, air liur jadi encer. Padahal, jika diperhatikan jeruknya tidak ada. Atau hanya imajinasi saja. Tetapi, mengapa tubuh bereaksi dengan cara yang sama ketika jeruknya benar ada. Itulah hypnosis.
Nah, sekarang apa itu parenting? Parenting adalah, segala sesuatu yang berurusan dengan tugas orangtua dalam mendidik dan membesarkan anak. Tugas ini sebenarnya berat dan penuh liku tantangan. Sayangnya, orang tua hanya berbekal pengalaman sebagai seorang anak yang dulunya dididik dan dibesarkan orang tua. ''Dengan Hypnoparenting kita berusaha memetakan dan membuat sistemasi atas segala hal yang berhubungan dengan tugas sebagai orang tua ditinjau dari sudut pandang cara kerja pikiran dan pengaruhnya terhadap masa depan seorang anak," jelas Agus.
Mengapa kita meninjaunya dari sudut pandang cara kerja pikiran? "Karena, segala sesuatu berakar dari pikiran. Manusia, anak sampai dewasa, melakukan segala sesuatu karena punya pikiran," tegas Agus.
Ia memberikan pertanyaan sederhana, ''mengapa bayi belajar berjalan?'' Karena, bayi tersebut melihat semua orang dewasa di sekitarnya berjalan tegak. Jika selama lima tahun pertama hidupnya, sang bayi hanya melihat orang sekitarnya merangkak, maka ia pasti akan merangkak juga. Tidak akan pernah berjalan tegak. "Inilah mekanisme hypnosis paling sederhana," ujarnya.
Agus mengemukakan, pendidikan merupakan faktor terpenting dalam menciptakan anak cerdas, kreatif dan stabil. Pendidikan di sini mencakup formal, informal, dan nonformal.
Namun, seringkali pendidikan yang notabene cara membangun kecerdasan justru menjadi tidak efektif, karena hanya mementingkan salah satu sisi. Seperti, mendidik anak secara kognitif saja. "Sementara, sisi emosi tidak pernah disentuh. Ini menjadikan anak merasa tertekan, stres dan tidak bahagia," tuturnya.
Menurut Agus, anak sebaiknya tidak hanya dididik agar cerdas. Tapi, juga mampu berpikir kreatif, imajinatif dan mempunyai emosi stabil. "Selama ini, banyak anak pandai secara intelektual, tapi gagal secara emosional. Mungkin, itulah salah satu alasan, mengapa saat ini banyak terjadi tawuran, pemakaian narkoba, kenakalan remaja, bahkan tindak kriminal," paparnya. ed: irwan kelana
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment